Rabu, 25 November 2015

Kehidupan Sosial, Kebudayaan dan Teknoogi Masa Prasejarah di Indonesia

Kehidupan Sosial, Kebudayaan dan Teknoogi Masa Prasejarah di Indonesia

Kehidupan Sosial, Kebudayaan dan Teknoogi  Masa Prasejarah di Indonesia

1.     Masa Berburu dan Meramu (Food Gathering)/Mengumpulkan Makanan
a)     Kehidupan Sosial
1. Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah.
Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai berikut:
a.      Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami.
b.      Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari sumber air yang lebih baik.
c.       Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka tersedia lebih banyak dan mudah diperoleh.
2. Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua. Ada pula kelompok yang tinggal di daerah pantai
3. Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya.
4. Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pergerakan dalam mengikuti binatang buruan atau mengumpulkan makanan.
5. Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja, laki-laki pada umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang akan di makan.
6. Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas.
7. Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan yang masih sangat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.
b)      Kehidupan Budaya
1. Dengan peralatan yang masih sangat sederhana, mula-mula bisa membuat rakit, lama kelamaan mereka membuat perahu.
2. Mereka belum mampu membuat gerabah, oleh karena itu, mereka belum mengenal cara memasak makanan, salah satunya yaitu dengan cara membakar.
3. Mereka sudah mengenal perhiasan yang sanagat primitif yaitu dengan cara merangkai kulit-kulit kerang sebagai kalung.
4. Untuk mencukupi kebutuhan hiudup mereka membuat alat-alat dari batu, tulang, dan kayu.
5. Pada masa itu mereka memilih untuk tinggal di gua-gua, dari tempat tersebut ditemukan peninggalan berupa alat-alat kehidupan yang digunakan pada masa itu, seperti:
–   Kapak perimbas, Kapak Penetak, Kapak genggam, Pahat genggam, Alat serpih, Alat-alat dari tulang, dll.
c)   Teknologi
Teknologi masa  food gatherin masih sangat rendah. Hampir semua alat-alat yang digunakan masih sangat sederhana sekedar untuk membantu pekerjaan mereka.
2.     Masa Bercocok Tanam (Food Producing) dan Beternak
a)     Kehidupan Sosial
1.   Kehidupan bercocok tanamnya dikenal dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam dengan cara membersihkan hutan dan menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka akan berpindah ke tempat lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai menetapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan
2.  Telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah hidup menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat menguasai alam lingkungan.
3.  Dengan hidup menetap, merupakan titik awal dan perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang dan mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi.
4.  Jumlah anggota kelompoknya semakin besar sehingga membuat kelompok-kelompok perkampungan, meskipun mereka masih sering berpindah-pindah tempat tinggal.
5.   Populasi penduduk meningkat, usia rata-rata manusia masa ini 35 tahun.
6.  Muncul kegiatan kehidupan perkampungan, oleh karena itu di buat peraturan, untuk menjaga ketertiban kehidupan masyarakat.
7.  Diangkat seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para anggotanya.
8. Mereka hidup bergotong royong, sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu, dan saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
b)      Kehidupan Budaya
1.  Kebudayaan semakin berkembang pesat, manusia telah dapat mengembangkan dirinya untuk menciptakan kebudayaan yang lebih baik
2.  Peninggalan kebudayaan manusia pada masa bercocok tanam semakin banyak dan beragam, baik yang terbuat dari tanah liat, batu maupun tulang
3.  Hasil kebudayaan pada masa bercocok tanam:
Beliung Persegi, Kapak Lonjong, Mata panah, Gerabah, Perhiasan, Bangunan Megalitikum seperti menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, arca.
c)   Teknologi
Pada masa bercocok tanam, kebudayaan orang-orang purba mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada masa ini terjadi revolusi secara besar-besaran dalam peradaban manusia yaitu dari kehidupan food gathering menjadi food producing. Sehingga terjadi perubahan yang sangat mendalam dan meluas dalam seluruh penghidupan umat manusia.
3.     MASA PERTANIAN
Ketika ditemukan tanaman padi maka sistem pertanian menjadi semakin meningkat dan berkembang menjadi sistem persawahan. Mereka juga mulai memelihara binatang ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
a)     Kehidupan Sosial
1. Bertani adalah mata pencahariannya. Mulai membudidayaakan tanaman dan hewan peliharaan tertentu seperti membudidayakan tanaman padi dan memelihara kerbau sebagai hewan ternak;
2. Mereka sudah berladang/ bersawah, dalam bekerja mereka melakukan secara bersama-bersama/ secara gotong royong. Dengan alat pendukung kapak perunggu yang berfungsi sebagai pacul;
3. Untuk mengisi waktu menunggu musim panen tiba mereka membuat anyaman dari bambu/ rotan;
4. Mendiami tempat-tempat kecil dengan tujuan untuk menghindari serangan binatang buas;
5. Mulai mendirikan rumah sebagai tempat berteduh dengan cara bergotong-royong yang disertai dengan upacara tradisional. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama. Mereka sudah mengenal pertukangan dengan alat pendukung berupa kapak beliung yang berfungsi sebagai alat pemotong kayu. Dengan alat-alat tersebut digunakan untuk mendirikan rumah dengan cara gotong-royong pula;
6.  Muncul ikatan sosial antara masyarakat dan keluarga;
7.  Muncul struktur kepemimpinan di kampung;
8.   Mulai digunakan bahasa sebagai alat komunikasi;
9. Mereka telah memiliki aturan dalam kehidupan masyarakat guna ketertiban dan rapinya kerjasama dengan cara pembagian kerja;
10. Mereka memiliki kebiasaan untuk menyelenggarakan upacara secara teratur yang melibatkan orang lain.
b)  Kehidupan Budaya dan Teknologi
1. Mereka sudah menetap, dan tinggal di rumah-rumah, membentuk perkampungan dan hidup sebagai petani;
2. Mereka telah mengenal musim sehingga dapat dipastikan mereka telah menguasai ilmu perbintangan (ilmu falak);
3. Mereka telah menggunakan alat-alat kehidupan yang halus seperti kapak persegi, dan kapak lonjong, selain itu juga menggunakan kapak perunggu, nekara, gerabah serta benda-benda megalitik;
4. Alat-alat yang dibuat dari batu, seperti kapak batu halus dengan beragai ukuran kapak batu dengan ukuran kecil yang indah digunakan sebagai mas kawin, alat penukar, atau alat upacara;
5. Kapak-kapak dari logam berupa perunggu memunculkan budaya megalitik berupa menhir, dolmen, punden berundak, pandhusa, dll;
6. Alat-alat yang dibuat dari tanah liat sangat berhubungan erat dengan adanya proses kimia, yaitu proses pencampuran tanah liat, penjemuran, dan teknik-teknik pembakarannya. Gerabah sudah dibuat dengan warna-warni dan dengan hiasan yang beraneka ragam. Seperti hiasan dari anyaman kain yang menunjukkan bahwa nenek moyang kita sudah mengenal tulisan.
4.  MASA PERUNDAGIAN
a)     Kehidupan Sosial
1. Jumlah penduduk semakin bertambah. Kepadatan penduduk bertambah, pertanian dan peternakan semakin maju, mereka memiliki pengalaman dalam bertani dan berternak mereka mengenal cara bercocok tanam yang sederhana;
2. Mereka memiliki pengetahuan tentang gejala alam dan musim, mereka mulai dapat memperkirakan peristiwa alam dan memperhitungkan musim tanam dan musim panen;
3. Dengan diterapkan sistem persawahan maka pembagian waktu dan kerja semakin diketatkan;
4. Dalam masyarakat muncul golongan undagi, mereka merupakan golongan yang terampil untuk melakukan perkerjaan seperti pembuatan rumah kayu, gerobak, maupun benda logam. Pertanian tetap menjadi usaha utama masyarakat;
5. Dari segi sosial, kehidupan masyarakat zaman ini semakin teratur. Contohnya : ada pembagian kerja yang baik berdasarkan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu;
6. Pembagian kerja semakin komplek dimana perempuan tidak hanya bekerja di rumah tetapi juga berdagang di pasar.
b)   Kehidupan Budaya
1. Masyarakat zaman ini telah menunjukkan tingkat budaya yang tinggi terlihat dari berbagai bentuk benda seni dan upacara yang ditemukan menunjukkan keterampilan masyarakat perundagian yang tinggi;
2. Zaman ini ditandai dengan pesatnya kemampuan membuat alat-alat akibat perkembangan teknologi. Mereka menemukan teknologi peleburan biji logam. Oleh karena itu, semakin banyak manusia yang menggunakan logam untuk memenuhi perkakas hidupnya;
3. Pada zaman perunggu, orang dapat memperoleh jenis logam yang lebih keras daripada tembaga, sebab perunggu merupakan logam campuran dari tembaga dan timah. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan manusia pada zaman ini jauh lebih tinggi. Terbukti masyarakatnya sudah mengenal teknologi peleburan dan pencampuran logam.;
4. Pada zaman besi, manusia telah menemukan logam yang jauh lebih keras lagi dimana harus dileburkan pada titik lebur yang cukup tinggi. Sehingga alat-alat pada zaman ini telah lebih sempurna daripada sebelumnya. Kemampuan membuat benda-benada jauh lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan masa sebelumnya. Teknologi peleburan logam yang digunakan adalah dengan sistem pemanasan, pencetakan logam, pencampuran logam dan penempaan logam;
5. Pada zaman Perundagian peralatan gerabah masih ditemukan dengan teknologi yang semakin maju. Hal ini menunjukkan bahwa peranan alat-alat dari gerabah tersebut tidak dapat digantikan dengan mudah oleh alat-alat dari dari logam.
c) Teknologi
1.  Teknologi dapat dilihat dari pembuatan alat-alat pada masa itu. Terlebih lagi teknologi tersebut terlihat pada masa penggunaan alat-alat dari logam. Hal ini disebabkan karena teknik yang digunakan untuk membuat alat-alat dari logam tersebut diadopsi dari teknik membuat logam di daratan Cina;
2.  Logam digunakan sebab penggunaan alat bercocok tanam dari logam lebih efisien selain itu memiliki nilai artistik yang lebih tinggi jika dibandingkan alat-alat dari batu;
3.  Zaman logam disebut juga zaman perundagian dimana masyarakat telah mampu membuat peralatan dengan teknologi sederhana dengan bahan baku logam;
4.  Teknik yang digunakan pada masa itu adalah teknik a cire perdue. Caranya sebagai berikut :
1.      Benda yang hendak dibuat, terlebih dulu dibuat dari lilin lengkap dengan segala bagiannya;
2.      Model lilin tersebut kemudian ditutup dengan tanah;
3.      Dengan cara dipanaskan maka tanah tersebut akan menjadi keras, sedangkan lilinnya akan cair dan mengalir keluar dari lubang yang ada dalam selubung;
4.      Jika lilin telah habis maka logam cair dapat dituang ke tempat lilin tadi;
5.      Setelah dingin, selubung tanah dipecah dan jadilah benda yang kita kehendakai yang terbuat dari logam.
Budaya Masa Pra-Sejarah Indonesia
 Berbicara perkara kehidupan manusia, khususnya dalam arena prasejarah, tentu tidak akan terlepas dari perkara yang lain yaitu lingkungan alam dan budaya. Aspek lingkungan ini merupakan salah satu unsur penting pembentuk suatu budaya masyarakat. Manusia masa prasejarah masih sangat menggantungkan hidupnya pada alarn, oleh karena itu hubungan yang begitu dekat antara manusia dengan lingkungan membawa konsekuensi bahwa manusia hams senantiasa beradaptasi dengan lingkungan yang ditempati, salah satunya tercermin dari hasil budaya. Untuk mendapatkan penjelasan tentang kehidupan manusia masa prasejarah maka perlu mengintegrasikan antara tinggalan manusia, tinggalan budaya, dan lingkungan alamnya. Dengan demikian studi tentang hubungan antara manusia, budaya, dan lingkungan alam masa prasejarah merupakan topik yang tetap aktual menarik, dan perlu dikembangkan dalam disiplin ilmu arkeologi. Nilai-nilai budaya masa prasejarah artinya, konsep-konsep umum tentang masalah-masalah dasar yang sangat penting dan bernilai bagi kehidupan masyarakat prasejarah di Indonesia. Konsep-konsep umum dan penting itu hingga kini masih tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia. Nilai-nilai budaya masa prasejarah Indonesia itu masih terlihat dalam bentuk kegiatan-kegiatan berikut:
1. Mengenal Astronomi
Pengetahuan tentang astronomi sangat penting dalam kehidupan mereka terutama pada saat berlayar waktu malam hari. Astronomi juga, penting artinya dalam menentukan musim untuk keperluan pertanian.
 2. Mengatur Masyarakat
Dalam kehidupan kelompok masyarakat yang sudah menetap diperlukan adanya aturan-aturan dalam masyarakat. Pada masyarakat dari desa-desa kuno di Indonesia telah memiliki aturan kehidupan yang demokratis. Hal ini dapat ditunjukkan dalam musyawarah dan mufakat memilih seorang pemimpin. Seorang pemimpin yang dipilih itu diharapkan dapat melindungi masyarakat dari gangguan masyarakat luar maupun roh jahat dan dapat mengatur masyarakat dengan baik. Bila seorang pemimpin meninggal, makamnya dipuja oleh penduduk daerah itu.
 3. Sistem Macapat
Sistem macapat ini merupakan salah satu butir dari 10 butir penelitian J.L.A. Brandes tentang keadaan Indonesia menjelang berakhirnya zaman prasejarah. Sistem macapat merupakan suatu tatacara yang didasarkan pada jumlah empat dan pusat pemerintah terletak di tengah-tengah wilayah yang dikuasainya. Pada pusat pemerintahan terdapat tanah lapang (alun-alun) dan di empat penjuru terdapat bangunan-bangunan yang penting seperti keraton, tempat pemujaan, pasar, penjara. Susunan seperti itu masih banyak ditemukan pada kota-kota lama.
 4. Kesenian Wayang
Munculnya kesenian wayang berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Jenis wayang yang dipertunjukkan adalah wayang kulit, wayang orang dan wayang golek (boneka). Cerita dalam pertunjukkan wayang mengambil tema tentang kehidupan pada masa itu dan setelah mendapat pengaruh bangsa Hindu muncul cerita Mahabarata dan Ramayana.
 5. Seni Gamelan
Seni gamelan digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang dan dapat mengiringi pelaksanaan upacara.
 6. Seni Membatik
Seni membatik merupakan kerajinan untuk menghiasi kain dengan menggunakan alat yang disebut canting. Hiasan gambar yang diambil sebagian besar berasal dari alam lingkungan tempat tinggalnya. Di samping itu ada seni menenun dengan beraneka ragam corak.
7. Seni Logam
Seni membuat barang-barang dari logam menggunakan teknik a Cire Perdue. Teknik a Cire Perdueadalah cara membuat barangbarang dari logam dengan terlebih dulu membentuk tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam sesuai dengan benda yang dibutuhkan. Tempat untuk mencetak logam itu ada yang terbuat dari batu, tanah liat, dan sebagainya. Pada tempat cetakan itu dituang logam yang sudah dicairkan dan setelah dingin cetakan itu dipecahkan, sehingga terbentuk benda yang dibutuhkannya. Barang-barang logam yang ditemukan sebagian besar terbuat dari perunggu.
Peninggalan masa prasejarah
Peninggalan masa prasejarah Nusantara diketahui dari berbagai temuan-temuan coretan/lukisan di dinding gua atau ceruk di tebing-tebing serta dari penggalian-penggalian pada situs-situs purbakala.
Beberapa lokasi penemuan sisa-sisa prasejarah Nusantara:

Peninggalan purba kebudayaan Pacitan dan Ngandong

Peninggalan purba kebudayaan Pacitan dan Ngandong

September 8, 2014 | Prasejarah
Prasejarah, Peninggalan purba kebudayaan Pacitan dan Ngandong – Benda-benda peninggalan zaman prasejarah sebagai hasil budaya manusia purba sudah terkubur selama ribuan tahun. Kita tidak mengetahui dengan pasti siapakah pemilik benda-benda tersebut. Lalu dengan cara apakah benda-benda tersebut dibuat? Untuk kepentingan apa pula benda-benda tersebut diciptakan?
Untuk itu dibutuhkan ilmu bantu seperti geologi, arkeologi, dan antropologi-budaya. Geologi diperlukan untuk mengetahui peninggalan-peninggalan purbakala. Sedangkan antropologi budaya diperlukan untuk mengetahui kebudayaan manusia dari peninggalannya.
Sebelumnya telah dibahas secara sekilas mengenai 4 zaman batu, untuk kali ini pembahasan akan lebih dikembangkan, misalnya saja mengenai tempat peninggalan, keadaan, cara membuatnya dan sebagainya. Dikatakan zaman batu karena alat-alat utama bagai kehidupan manusia saat itu terbuat dari batu.
Peninggalan Zaman batu tua (Paleolitikum/Paleolitik)
Kapak perimbas tipe setrikal
Kapak perimbas tipe setrikal
Perkembangan kebudayaan zaman batu tua berlangsung dengan sangat lamat, hal ini dikarenakan keadaan alam yang masih liar dan labil. Pada masa ini, zaman glasial dan zaman interglasial datang silih berganti. Apa itu zaman glasial dan zaman interglasial? Baca kembali Zaman Kuarter pertama.
Alat-alat dari batu yang digunakan pada zaman batu tua masih sangat kasar, karena teknik pembuatannya masih sangat sederhana. Alat-alat dari batu tersebut dibuat dengan membenturkan antara batu yang satu dengan batu lainnya.
Pecahan batu yang menyerupai bentuk kapak dipergunakan sebagai alat. Peralatan dari batu dipakai untuk mempertahankan diri dari serangan binatang buas, serta untuk mencari dan mengolah makanan.
Selain peralatan dari batu, masyarakat pada zaman batu tua juga menggunakan peralatan dari kayu, namun bekasnya tidak ditemukan karena telah lapuk dimakan usia.
Kapak penetak
Kapak penetak
Berdasarkan dari peralatan dan sisa tengkorak yang ditemukan dapat diketahui bahwa pola pikir masyarakat pada zaman ini masih sangat sederhana.
Berdasarkan penemuan alat-alat paleolitikum dapat disimpulkan bahwa manusia pendukung zaman batu tua hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Mereka hidup berpindah-pindah ataunomaden.
Peralatan pada zaman paleolitikum pertama kali ditemukan pada tahun 1935 di Jawa oleh Von Koenigswald dan M.W.F. Tweedie.

Peninggalan Budaya

Berdasarkan nama tempat penemuannya, hasil-hasil kebudayaan zaman batu tua di Indonesia dibagi menjadi dua, ayitu Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.
1. Kebudayaan Pacitan
Alat-alat yang berasal dari kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1935 di Sungai Baksoko, Desa Punung, Pacitan, Jawa Timur.
Alat-alat tersebut berupa kapak genggam, yaitu kapak tidak bertangkai yang digunakan dengan cara menggenggam, kapak perimbas (chooper), kapak penetak, pahat genggam, dan yang paling banyak ditemukan berupa alat-alat kecil yang disebut alat serpih (flake). Alat-alat batu tersebut berasal dari lapisan pleistosen tengah (lapisan dan fauna Trinil)
Alat serpih ini digunakan untuk menguliti binatang buruan, mengiris daging, dan memotong ubi-ubian (seperti pisau pisau pada masa sekarang). Alat serpih banyak ditemukan di Jawa, Sulawesi Selatan, Sumatra Selatan, dan Timor.
Selain di Pacitan, kapak genggam juga ditemukan di Sukabumi dan Ciamis, Jawa Barat, Parigi dan Gombong, Jawa Tengah, Bengkulu, Lahat, Sumatra Selatan, Awangbangkai, Kalimantan Selatan, Cabbenge, Sulawesi Selatan, Flores dan Timor.
2. Kebudayaan Ngandong
Alat-alat yang ditemukan di Ngandong, Jawa Timur berupa kapak genggam dari batu dan alat-alat kecil yang disebut serpih (flake). Pada kebududayaan Ngandong juga ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk.
Alat-alat dari tulang tersebut berupa alat penusuk (belati), ujung tombak dengan gergaji pada kedua sisinya, alat pengorek umbi dan keladi, tanduk menjangan yang diruncingkan serta duri ikan pari yang digunakan sebagai mata tombak.
Alat-alat yang ditemukan di Ngandong ditemukan oleh Von Koenigswald pada tahun 1941. Alat-alat dari tulang dan tanduk dilanjutkan pada zaman megalitikum dalam kehidupan di gua-gua, khususnya di Gua Lawa, Sampung, Ponorogo.

Manusia pendukung

Berdasarkan penemuan yang ada dapat disimpulkan bahwa pendukung kebudayaan Pacitan adalah Pithecanthropus erectus, dengan alasan sebagai berikut :
  1. Alat-alat dari Pacitan ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pithecanthropus erectus, yaitu pada pleistosen tengah (lapisan dab fauna Trinil).
  2. Di Chou-Kou-Tien, Cina ditemukan sejumlah fosil sejenis Pithecanthropus erectus, yaitu Sinanthropus pekinensis. Bersama-sama ini ditemukan juga alat-alat batu yang serupa dengan alat-alat batu dari Pacitan.
Baca selengkpanya 3 jenis Pithecanthropus
Adapun pendukung kebudayaan Ngandong yaitu : Homo Soloensis dan Homo wajakensis dengan alasan sebagai berikut :
  1. Di Ngadirejo, Sambungmacan (Sragen) ditemukan kapak genggam bersama tulang-tulang binatang dan atap tengkorak Homo soloensis.
  2. Alat-alat dari Ngandong berasal dari lapisan yang sama dengan Homo wajakensis, yaitu pleistosen atas.

Kehidupan sosial
Berdasarkan penemuan alat-alat paleolitikum dapat disimpulkan bahwa manusia pendukung zaman batu tua hidup dengan berburu dan mengumpulkan makanan. Hewan buruan pada masa manusia purba antara lain : kerbau, banteng, rusa, dan monyet. Adapun makanan yang mereka kumpulkan dari alam berupa umbi-umbian dan buah-buahan. Mereka juga hidup dengan menangkap ikan di sungai.
Menurut Teuku Jacob, pada zaman batu tua bahasa sebagai alat komunikasi sudah mulai terbentuk. Manusia sudah mulai berkomunikasi melalui kata-kata di samping menggunakan bahasa isyarat. Jumlah Pithecanthropus di Jawa selama kala pleistosen diperkirakan jumlahnya sekitar 500 orang.

sumber:http://www.sejarah-negara.com/2014/09/peninggalan-purba-kebudayaan-pacitan.html

Sejarah Kebudayaan India

Sejarah Kebudayaan India

 

Perjalanan sejarah India banyak sekali dipengaruhi, kalau tidak dapat ditentukan, oleh faktor geografis tempat bangsa-bangsa yang menempati kawasan itu. Dengan latar belakang geografis dimaksudkan sebagai batasan secara geografis yang merupakan panggung atau arena bagi bangsa-bangsa yang mendiami kawasan itu memainkan peranan sejarah mereka. Dengan sendirinya latar belakang geografis itu memberi fasilitas dan juga keterbatasan-keterbatasan bagi bangsa itu untuk mengembangkan diri mereka.

Lingkungan alam, misalnya, telah membagi anak-anak negeri itu kedalam yang disebut empat Mandala Budaya, atau lingkungan budaya, karena kesamaan ciri-ciri sosial budaya mereka dan yang membedakan dengan kelompok lainnya pada lingkungan alam yang lain. Hal itu antara lain akan muncul dalam perwatakkan kelompok serta penampilan mereka dalam arena sejarah.

Keempat Mandala Budaya yaitu Mandala Budaya yang berada di kawasan sekitar lembah aliran sungai-sungai yang lima atau Panjab. Mandala Budaya kedua mencakup lingkungan sosial budaya di kawasan dataran bangsawan Gangga. Sedangkan Mandala Budaya ketiga memangku kelompok sosial budaya di kawasan dataran tinggi Dekkan atau Tanah Selatan. Dan yang terakhir adalah Mandala Budaya yang memanjang menelusuri daerah pantai timur atau kawasan Tamil.

Di samping itu lingkungan alam telah pula memberikan kemudahan maupun hambatan bagi terjadinya hubungan antar bangsa di kawasan itu sendiri maupun antara bangsa-bangsa dari luar kawasan India. Sehingga misalnya, daerah India sebelah barat laut selalu saja kebanjiran dengan arus pendatang dari luar India, yang meskipun di bagian itu secara alami terdapat benteng raksasa berupa pegunungan Himalaya, namun karena adanya celah Khaiber selalu saja terbuka dari luar. Sementara itu batas laut di pantai-pantai landai di sebelah timur dan selatan, telah pula memberi peluang bagi terjadinya hubungan antara bangsa, baik ketika bernama hubungan dagang, hubungan diplomatik maupun penjajahan.

Mengenai asal-usul penduduk yang mendiami kawasan yang bernama India yang nampaknya sangat bervasi. Sulit memang menentukan batasan penduduk asli secara pasti bagi penduduk anak benua India ini, namun secara relatif dapatlah disebutkan, bahwa rumpun Dravida dapat dianggap sebagi penduduk tertua, yang telah mengembangkan kebudayaan secara mantap, jauh sebelum apa yang kemudian disebut sebagai bangsa Arya datang dan berkembang biak di negeri yang kemudian disebut sebagi bangsa Arya atau Aryavarta.

Berbagai teori maupun konsep diperlukan untuk memperjelas asal-usul bangsa pendatang, yang dikenal pula sebagai bangsa Indid atau Arya ini. Dalam hal ini diperlukan juga penjelasan dari sudut kepercayaan agama yang dianut oleh bangsa bersangkutan, yang berdasarkan Kitab Suci Veda maupun Tripitaka, untuk memberikan suasana ke-India-an dalam permasalahan ini.

Uraian latar belakang sosial akan menekankan pada sistem sosial dalam masyarakat India, baik yang mendasarkan pada keyakinan Hinduisme maupun Budisme, yang memberikan corak khas perilaku sosial mereka. Salah satu ciri khas dalam sistem sosial mereka adalah pelapisan sosial yang dikenal sebagai sistem kasta atau dalam istilah mereka ialah caturvarna yang membagi masyarakat ke dalam empat lapisan sosial: brahmana, ksatria, waisya dan sudra.

Beberapa konsep mengenai susunan masyarakat yang konon bersifat kerakyatan dikemukakan pula, yang merupakan sistem sosial Veda, ketika masyarakat India belum mengenal sistem kasta. Secara evolusionistik masyarakat berkembang ke arah penjenjangan sesuai dengan makin rumitnya profesi maupun tugas anggota masyarakat dalam yang melaksanakan peranan sosial mereka.

Kebudayaan Tertua di India
Diawali selalu dengan kebudayaan Lembah Indus, seterusnya uraian berlanjut mengenai kebudayaan Lembah Bengawan Gangga, kebudayaan dataran tinggi Dekkan, serta kebudayaan di kawasan paling selatan anak benua India. Dalam pada itu kebudayaan India tidaklah utuh kalau tak mencakup alam fikiran maupun kepercayaan rakyatnya. Oleh karenanya di dalam bab tersebut diuraikan juga ajaran Veda, Budisme, Hinduisme, maupun berbagai aspek kepercayaan asli India yang menitikberatkan pada pemujaan terhadap Mothergoddness maupun dewa-dewa lokal serta roh tertentu.

            Dengan demikian maka seluruh uraian sejarah selama periode Veda, Budisme dan Hinduisme, yang ditandai oleh kerajaan-kerajaan pemunculan Chandragupta pendiri dinasti Maurya yang bertahta di linggasana kerajaan Magadha di Pataliputra, dan seterusnya dilanjutkan oleh raja Asoka yang menyamarkan nama agama Buda ke luar India. Dan pada pergantian abad Masehi, dari sebelum menjadi tahun Masehi, muncullah penguasa-penguasa dari dinasti Kushana, Harsha dan Gupta, yang memainkan peranan amat penting dalam arena sejarah di anak benua India.

Buku kedua akan berisi uraian mengenai sejarah selama periode Islam, yang ditandai oleh kejayaan kerajaan-kerajaan Delhi dan Moghul. Siapa pun merasakan adanya suasana baru dalam pengembangan diri bangsa-bangsa yang mendiami kawasan anak benua India setelah kedatangan Islam, tidak saja sebagai agama, melainkan juga sebagai peradaban dan semangatnya.

Dalam semangat baru itulah bangsa-bangsa di kawasan itu mengembangkan diri. Dengan sendirinya proses persaingan telah terjadi di antara dua agama itu, yang lahir di India dan yang akan datang dari luar India. Proses persaingan itu telah membentuk sejarahnya di bumi India.

Sejarah bangsa-bangsa di kawasan Asia Selatan sejak masa kedatangan bangsa-bangsa Eropa untuk mencari kekayaan di India, yang terus dengan masa penjajahan oleh mereka atas bangsa-bangsa di kawasan Asia Selatan tersebut.  

sumber http://www.idsejarah.net/2015/08/sejarah-kebudayaan-india.html

Sistem dan Struktur Sosial Masyarakat di Kerajaan-kerajaan Bercorak Islam

Sistem dan Struktur Sosial Masyarakat di Kerajaan-kerajaan Bercorak Islam

Sistem dan Struktur Sosial Masyarakat di Kerajaan-kerajaan Bercorak Islam- Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, kehidupan masyarakat mengalami pertumbuhan lebih cepat di daerah pesisir. Daerah pesisir berkembang menjadi suatu perkotaan. Hal ini terjadi disebabkan di daerah pesisir tumbuh perdagangan. Perdagangan di pesisir dapat tumbuh karena daerah pesisir merupakan daerah titik temu lalu lintas. Lalu lintas terjadi, baik antarpulau yang dihubungkan melalui laut maupun dari pedalaman yang biasanya dihubungkan dengan sungai. Keterikatan daerah pedalaman atau pedesaan sangat tinggi terhadap daerah pesisir. Struktur masyarakat yang terbentuk pada masa penyebaran Islam meliputi, sebagai berikut.
1. Golongan raja dan keluarganya
Raja dan keluarganya merupakan golongan tertinggi dalam struktur masyarakat. Mereka mendapatkan kedudukan yang terhormat di mata masyarakat. Kompleks keraton merupakan tempat tinggal raja. Raja mengendalikan kekuasaan atau pemerintahan di ibu kota kerajaan yang biasanya tempat di mana keraton tersebut berdiri. Keluarga raja termasuk dalam kelompok bangsawan. Keluarga raja memiliki nama-nama khusus, misalnya priyayi merupakan sebutan untuk keluarga kerajaan di Mataram, dan kadanghaji untuk sebutan keluarga raja di Kalimantan.
Keistimewaan keluarga raja dapat pula disebabkan oleh pendidikan yang mereka peroleh. Pada umumnya keluarga kerajaan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dibanding masyarakat umum. Cara pendidikan yang dilakukan raja yaitu memanggil guru khusus ke keraton untuk mendidik anaknya. Selain itu, pendidikan dilakukan juga dengan cara raja mengirim putranya untuk mengikuti pendidikan di luar atau di tempat-tempat khusus, misalnya tempat pendidikan agama. Hal tersebut dilakukan misalnya Pangeran Arya putra raja Banten dididik oleh Ratu Kalinyamat di Jepara.
2. Golongan elite
Selain golongan raja dan keluarganya yang termasuk golongan tinggi, terdapat pula golongan yang memiliki kedudukan tinggi dan terhormat di mata masyarakat yaitu golongan elite.Kelompok masyarakat yang termasuk ke dalam golongan elite yaitu bangsawan, tentara, kaum keagamaan, dan pedagang. Golongan elite di Kerajaan Mataram disebut kaum priyayi. Mereka ini biasanya merupakan pejabat pemerintahan. Pengangkatan pejabat pemerintahan dilakukan oleh raja. Jabatan pemerintahan bisa berasal dari kalangan keluarga raja sendiri atau orang luar, bahkan ada yang diangkat dari bangsa asing. Pengangkatan orang luar biasanya dilakukan oleh raja karena raja memandang orang luar tersebut sangat layak untuk memangku jabatan yang diberikannya. Jabatan yang diberikan kepada orang asing misalnya jabatan Syahbandar.Dalam beberapa contoh pengangkatan orang asing menjadi Syahbandarterjadi seperti orang India menjabat syahbandar di Kerajaan Aceh, orang Cina di Selebar, orang Cina dan Gujarat di Banten, orang Belanda di Cirebon, dan orang Aceh di Kutai. Para pedagang memiliki kedudukan penting pula dalam struktur masyarakat pada kerajaan Islam. Peran padagang sangat penting karena mereka sangat menentukan terhadap aktivitas perdagangan kerajaan. Sedangkan kebesaran dan kekuatan kerajaan tersebut sangat tergantung kepada perdagangan. Di Aceh misalnya para pedagang disebut dengan sebutanorang kaya.
3. Golongan non elite
Golongan ini merupakan golongan rendah yaitu golongan rakyat banyak. Dalam struktur masyarakat di Jawa, golongan ini disebut dengan sebutan wong cilik.Adapun yang termasuk golongan ini yaitu petani, nelayan, para tukang. Kehidupan mereka biasanya sangat bergantung pada golongan elite. Misalnya di Jawa, ada sekelompok petani yang pekerjaannya menjadi penggarap tanah yang dimiliki oleh golongan bangsawan.
4. Golongan hamba sahaya atau budak

Golongan ini merupakan golongan paling rendah dalam struktur masyarakat. Kehidupan mereka sangat ditentukan oleh orang lain, dengan kata lain mereka hidupnya tidak merdeka. Golongan budak dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya karena tawanan perang, dan tidak mampu membayar utang. Pada masa lalu, sering terjadi perang antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok yang lainnya. Kelompok yang kalah perang biasanya menjadi tawanan yang kemudian dijadikan budak. Mereka harus menghamba kepada kelompok yang mengalahkannya. Ada pula, perbudakan terjadi ketika seseorang tidak mampu membayar utang. Sebagai pengganti pembayaran utang, maka orang yang mengutang tersebut akan  menjual dirinya atau anggota keluarganya untuk menghamba atau menjadi budak kepada orang yang memberikan utang. Seorang budak dapat berpindah dari seorang pemiliknya kepada yang lain. Pemindahan kepemilikan budak ini biasanya dilakukan melalui proses perdagangan. Jadi budak tersebut dapat diperjualbelikan. Diskusikanlah dengan temanmu bagaimana perdagangan budak dilihat dari sisi kemanusiaan. Apakah fenomena seperti itu sekarang masih ada.[gs]


sumber:http://www.gurusejarah.com/2015/07/sistem-dan-struktur-sosial-masyarakat_27.html